Senin, 14 Mei 2012

6 Juni Bersejarah bagi Batavia


NASATransit Venus 8 Juni 2004
JAKARTA, KOMPAS.com — Tanggal 6 Juni 2012 nanti akan menjadi momen yang tepat untuk merayakan peristiwa 251 tahun lalu, salah satu momen yang menandai perkembangan astronomi di Nusantara.

Pada 6 Juni 1761, fenomena astronomi Transit Venus terjadi. Fenomena ini merupakan saat di mana Venus melewati permukaan Matahari, tampak sebagai bintik berwarna hitam, terlihat dari Jakarta.

Kini, seperempat milenium kemudian, Transit Venus kembali terjadi di tanggal yang sama. Transit Venus nantinya akan terjadi selama sekitar 7 jam, mulai sekitar pukul 05.14 WIB hingga 11.50 WIB.

Batavia dan Transit Venus 6 Juni 1761

Fenomena transit Venus terjadi dalam periode waktu dengan formula 8, 121, 5, 8, dan 105,5 tahun. Terakhir, Transit Venus terjadi pada  8 Juni 2004.

Saat Transit Venus berlangsung pada tahun 1761, Jakarta mempunyai peran penting. Astronom asal Inggris, Edmund Halley (penemu komet pertama), merekomendasikan Jakarta sebagai tempat pengamatan terbaik saat itu.

Situs Langitselatan.com menguraikan bahwa pengamatan dari Jakarta (atau Batavia) akan memberikan sumbangan bagi penghitungan jarak Bumi-Matahari, satu tantangan besar dalam dunia astronomi kala itu.

Jarak Bumi-Matahari merupakan konstanta penting dalam sistem heliosentris Coipernicus. Saat itu, jarak Bumi-Matahari akan dihitung dengan metode paralaks dengan memanfaatkan Transit Venus.

Paper Robert H van Gent dari Universitas Utrecht, Belanda, di Proceedings International Astronomicakl Union (IAU) tahun 2005 memaparkan bagaimana pengamatan di Batavia bisa terjadi serta proses dan hasilnya.

Diceritakan bahwa pada tahun 1760 astronom Perancis, Joseph-Nicholas Delisle, mengirimkan surat kepada astronom Belanda, Dirk Klinkenberg, untuk bisa membantu astronom Perancis mengamati Transit Venus di Batavia.

Saat yang sama, Deslie juga mendengar bahwa Royal Society of London akan mengirim dua astronomnya, Charles Mason and Jeremiah Dixon, untuk melihat Transit Venus di Sumatera.

Akhirnya, Deslie berpikir bahwa pengiriman astronom Perancis tak diperlukan. Ia meminta Klinkenberg untuk menghubungi pemerintah VOC di Batavia agar bisa menugaskan orang untuk melakukan pengamatan.

Awalnya, tugas akan diberikan kepada Pieter Hermanus Ohdem, ahli matematika dan navigasi yang saat itu juga berpengalaman mengamati komet Halley. Akan tetapi, ternyata, Ohdem sudah dipulangkan ke Belanda tahun 1760.

Pengamatan Transit Venus akhirnya dipasrahkan kepada Gerrit de Haan, Kepala Departemen Pemetaan di Batavia, dan Pieter Jan Soele yang saat itu menjabat  kapten kapal VOC.

Pengamatan dilakukan dari pantai wilayah Sunda Kelapa, di tanah milik Pastor Johan Maurits Mohr. Sebelum pengamatan, Mohr juga diminta menjadi penerjemah peta pengamatan Transit Venus buatan Deslie.

Pada hari H, pengamatan berhasil dilakukan dari awal sampai akhir transit. Pengamatan dilakukan dengan dua teleskop reflektor Gregorian dengan fokus 18 dan 27 inci, oktan London Instrument, dan jam saku.

Observasi memang dilakukan oleh de Haan dan Soale, tetapi Mohr-lah yang menulis laporan hingga akhirnya diterbitkan di Verhandelingen  tahun 1763.

Setelah 1761, Transit Venus terjadi pada tahun 1769. Menyongsong Transit Venus inilah, Mohr benar-benar mengembangkan dunia astronomi di Indonesia. Salah satu bentuknya adalah membangun observatorium.

Observatorium yang dibangun Mohr berlokasi di Gang Torong, kawasan Petak Sembilan. Bangunan observatorium telah rusak akibat gempa tahun 1780. Area observatorium kini dipakai sebagai area sekolah SD Katolik Ricci.

6 Juni 2012, ketika sejarah berulang

Transit Venus  akan terjadi lagi pada 6 Juni 2012. Meski Jakarta bukan lagi lokasi terbaik pengamatan, momen Transit Venus kali ini tetap layak dinikmati publik Jakarta dan kota lainnya di Indonesia.

Komunitas astronomi seperti Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) berencana menggelar pengamatan. Keikutsertaan dalam pengamatan adalah salah satu upaya merayakan momen ini.

Untuk melakukan pengamatan diperlukan teleskop yang dilengkapi filter. Cara-cara pengamatan juga harus diperhatikan sebab berkenaan dengan Matahari yang bisa merusak pengelihatan.

Keikutsertaan meramaikan Transit Venus kali ini bukan hanya berarti menikmati fenomena astronomi semata, melainkan juga turut memperingati betapa Jakarta sudah menyumbangkan "sesuatu" bagi dunia.

Di samping itu, fenomena Transit Venus menjadi peristiwa sekali seumur hidup. Setelah tahun 2012, Venus baru akan melewati piringan Matahari lagi pada tahun 2117.

Momen nanti juga sekaligus menjadi ajang mengenal semesta. Siapa tahu, lebih banyak kalangan, terutama generasi muda, tertarik astronomi. Siapa tahu, nantinya akan ada orang Indonesia yang menemukan planet layak huni.

Source: Kompas.com

0 komentar:

Posting Komentar